Langsung ke konten utama

Rain

Hari ini hujan, hampir setiap hari. Dia datang sudah dari bulan oktober mungkin sampai april. Kebiasaannya menyembunyikan luka. Oh.. bukan luka, tapi buah luka.

Hari ini aku menunggunya di bawah pohon. Di atas pohon itu sudah di pasang genteng buatan dari plastik, mungkin sebagian orang mengerti hujan tak akan berhenti walau salah satu orang basah dibuatnya. "Hai.. sudah lama menunggu?" Tanya seorang pria yang datang. dia basah kuyup, Namun wajah tampan itu tak bisa tertutup oleh air hujan. "barusan juga aku menunggu" jawabku tersenyum kecil. Aku sudah mengenal pria ini dari kecil. Kita sudah terpisah terlalu lama hingga satu tempat mempertemukan kita. Iya.. di tempat aku menunggunya ini adalah tempat pertama kita bertemu. Hujan tak henti, dia mengerti saat ada dua orang saling menjaga jarak. Dia terlalu dingin untuk saling menjauh. Pria itu mendekat dan duduk tak jauh dari tempatku duduk. Senyumnya selalu membuat jantungku berdegup kencang. "Aku harap ini bukan terakhir kita bertemu" ucapnya saat sudah agak lama hening. Aku tersenyum ringan dan mengangguk.  Tiba-tiba dia memegang tanganku dan menatapku lekat. Aku terpaku tapi jantungku kian mengencang. Detak jantung itu mungkin mewakili perasaanku yang memuncak. "Aku sayang kamu, sejak kita berpisah dulu.. aku selalu mencari kabarmu. Aku harap saat ini, saat kita sudah bertemu... seperti janjiku dulu. Aku ingin sepenuhnya menjagamu. Kamu mau aku jadi penjagamu?" Tanyanya. Mulutku kelu, detak jantungku kian memuncak dan tak bisa ku tahan... aku berlari menerpa hujan, meninggalkannya dalam bisu.

Beberapa tahun kemudian setelah aku pergi meninggalkan pria itu dan kota itu... aku berniat untuk menyelesaikan studyku di Amerika. Dan pulang.

Aku berharap dia masih menunggu...

Aku melangkahkan kaki menuju koridor lafe kesukaanku. Di sana aku mengalami banyak kenangan dengan pria itu. Barangkali aku bisa bertemu dengannya. Aku memilih tempat duduk seperti biasa, nomor 21 adalah bangku disaat aku begitu lekat melihat matanya. "Pesan apa mbak?" Tanya seorang pelayan yang datang. "Lemon tea" jawabku simple.

Beberapa menit kemudian...

Aku melihat pria itu. Aku kaget saat dia menggandeng wanita anggun yang menggunakan dress merah. Dia menatapku, tapi tak sepenuhnya tahu itu aku. Dia terus menatapku saat dia tahu itu aku, dia mendekat. Aku masih terpaku diam saat dia bertanya, "kapan kau sampai di indonesia?" Tanyanya. Mulutku masih kelu. Tangannya melambai memudarkan lamunanku. Aku tersenyum kecil. "Oh iya, ini calon istriku.. aku harap kau datang saat kita diresmikan" katanya tersenyum lebar. Aku menatapnya sebentar lalu lari pergi.

Aku melewati hujan lagi seperti dulu. Dia mengerti, sangat mengerti. Di saat aku tak bisa menahan luka dia memelukku dengan kedinginan... menyembunyikan buah lukaku.

Memang aku salah, meninggalkannya dengan kebisuan...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Riwayat Senyumku

berawal dari dumai (dunia maya). awalnya aku hanya iseng membuka situs social yang membuatku heran "sociasinggle" ya sociasinggle lah yang mempertemukan kita. dan dari situ awal senyumku mulai terukhir. Setelah kejadian yang aku alami dimasalalu yang sempat membuat aku terpaku dan berlaku dingin terhadap semua pria. mungkin segelintir orang menganggap biasa apa yang terjadi dimasalaluku bahkan tak banyak yang keenakkan dan sengaja mencicipi terus-terusan dosa yang bahkan akan menghancurkan masa depannya itu. aku tak pernah membayangkan kenapa dulu aku rela memberikan harta seorang wanita yang seharusnya diberikan hanya untuk suaminya? hanya karna rasa sayang? tapi, sekarang penyesalan tiada guna. perkenalanku tak cukup hanya bercakap menyebutkan nama saja. dia pun tak lupa menanyakan nomor hand phoneku. entah apa yang membuat tanganku mengangayunkan jarinya mengetik beberapa angka di pesan sociasinggle. kita pun saling lebih dalam mengenal satu sama lain. aku tak pernah berg

Andai lebih awal

Hari ini cerah, tak seperti biasa. Tapi hati masih di gelanyuti dengan alunan nada yang menyita senyumku. Mungkin lagu itu tak sepenuhnya untukku atau aku saja yang terlalu percaya diri kalau yang dia maksud itu aku. Minggu lalu dia disampingku. Duduk di dekatku itu biasa bagiku, toh dia adalah tempat celotehan, tawa dan tangisku. Dia sahabatku. Aku dengar suara merdunya mengalunkan sebuah lagu. " Andai saja waktu itu tak ku tunda, tuk ungkapkan isi hati kepadanya. Mungkin dia jadi milikku bahagiakan hariku" Dia menatapku. Aku merasa lagu itu menyentuhku. " Terlambat sudah semua kali ini, yang ku inginkan tak lagi sendiri" . Kali ini aku menatapnya, dia tersenyum namun alunan gitar tak berhenti. Ku coba membuyarkan pikiranku. Senyumnya kini selalu membuatku deg degan.. padahal dulu tak seperti itu. Memang, dulu hatiku sempat nyangkut di sela sela senyumnya.. " tapi itu dulu.. masa sekarang aku su..." Ah ngawur! Aku mencoba sebisa mungkin sadar dari kesad