Langsung ke konten utama

Andai lebih awal

Hari ini cerah, tak seperti biasa. Tapi hati masih di gelanyuti dengan alunan nada yang menyita senyumku. Mungkin lagu itu tak sepenuhnya untukku atau aku saja yang terlalu percaya diri kalau yang dia maksud itu aku.

Minggu lalu dia disampingku. Duduk di dekatku itu biasa bagiku, toh dia adalah tempat celotehan, tawa dan tangisku. Dia sahabatku. Aku dengar suara merdunya mengalunkan sebuah lagu. "Andai saja waktu itu tak ku tunda, tuk ungkapkan isi hati kepadanya. Mungkin dia jadi milikku bahagiakan hariku" Dia menatapku. Aku merasa lagu itu menyentuhku. "Terlambat sudah semua kali ini, yang ku inginkan tak lagi sendiri". Kali ini aku menatapnya, dia tersenyum namun alunan gitar tak berhenti.

Ku coba membuyarkan pikiranku. Senyumnya kini selalu membuatku deg degan.. padahal dulu tak seperti itu. Memang, dulu hatiku sempat nyangkut di sela sela senyumnya.. "tapi itu dulu.. masa sekarang aku su..." Ah ngawur! Aku mencoba sebisa mungkin sadar dari kesadaranku.

***

"Hei" sapanya menyentuh pundakku pelan. Aku tersenyum sebagai balas sapa. Matanya menatapku, kali ini tatapan itu tajam. Entah kenapa bisa jantungku juga mengencang. Pernafasanku seperti sesak. Tangannya meraih tanganku. Aku kaget "ada apa?" Tanyaku heran. Dia terus menatapku. Ku tepis tangannya dan mencoba pergi tapi tangannya menarikku di pelukkannya. Entah kenapa, aku tak bisa melepas pelukkannya, aku menikmati kehangatan tubuhnya. Dia menatapku saat pelukkannya lepas. "Sejak pertama ketemu, aku sudah suka tingkah lakumu yang apa adanya, celotehan yang galak dan keterbukaan hatimu, kamu bisa ijinkan aku untuk lebih dari sahabat?" aku terpaku. Apa yang dia katakan barusan? Membisu... Dia memanggilku. "Maafkan aku, andai kau datang lebih awal dari dia yang sudah pula menyita hatiku, mungkin aku akan bilang iya jika kau bertanya hal yang barusan kau tanyakan.. tapi... maafkan aku" kataku langsung pergi dengan isakkan yang tak bisa ku pendam.

Ku hempaskan tubuhku merebah di kasur empukku. Mungkin pikiranku juga bisa rebah. Tapi tak bisa ku pungkiri, kalau aku pun punya perasaan yang sama. Perasaan yang dulu ku pendam ternyata sudah muncul dari awal, hanya saja aku yang tak ingin menerima kenyataan.

Aku benar benar minta maaf.... SAHABATKU..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Riwayat Senyumku

berawal dari dumai (dunia maya). awalnya aku hanya iseng membuka situs social yang membuatku heran "sociasinggle" ya sociasinggle lah yang mempertemukan kita. dan dari situ awal senyumku mulai terukhir. Setelah kejadian yang aku alami dimasalalu yang sempat membuat aku terpaku dan berlaku dingin terhadap semua pria. mungkin segelintir orang menganggap biasa apa yang terjadi dimasalaluku bahkan tak banyak yang keenakkan dan sengaja mencicipi terus-terusan dosa yang bahkan akan menghancurkan masa depannya itu. aku tak pernah membayangkan kenapa dulu aku rela memberikan harta seorang wanita yang seharusnya diberikan hanya untuk suaminya? hanya karna rasa sayang? tapi, sekarang penyesalan tiada guna. perkenalanku tak cukup hanya bercakap menyebutkan nama saja. dia pun tak lupa menanyakan nomor hand phoneku. entah apa yang membuat tanganku mengangayunkan jarinya mengetik beberapa angka di pesan sociasinggle. kita pun saling lebih dalam mengenal satu sama lain. aku tak pernah berg

Rain

Hari ini hujan, hampir setiap hari. Dia datang sudah dari bulan oktober mungkin sampai april. Kebiasaannya menyembunyikan luka. Oh.. bukan luka, tapi buah luka. Hari ini aku menunggunya di bawah pohon. Di atas pohon itu sudah di pasang genteng buatan dari plastik, mungkin sebagian orang mengerti hujan tak akan berhenti walau salah satu orang basah dibuatnya. "Hai.. sudah lama menunggu?" Tanya seorang pria yang datang. dia basah kuyup, Namun wajah tampan itu tak bisa tertutup oleh air hujan. "barusan juga aku menunggu" jawabku tersenyum kecil. Aku sudah mengenal pria ini dari kecil. Kita sudah terpisah terlalu lama hingga satu tempat mempertemukan kita. Iya.. di tempat aku menunggunya ini adalah tempat pertama kita bertemu. Hujan tak henti, dia mengerti saat ada dua orang saling menjaga jarak. Dia terlalu dingin untuk saling menjauh. Pria itu mendekat dan duduk tak jauh dari tempatku duduk. Senyumnya selalu membuat jantungku berdegup kencang. "Aku harap ini buk