Langsung ke konten utama

Cinta Sebatas Sapa

Siang yang panas. Terik matahari yang selalu tak berhenti bersinar hari ini membuatku enggan beraktifitas. Sinar itu menerangi ruangan kamar dari pantulan jendela. Aku sekarang tidak pernah merasakan hangatnya semangat siang hari, entah apa yang barusan ini menerpa semangatku. Apa hanya karena pria? Kenapa?

Aku selalu berusaha memperjuangkan sesuatu yang hampir saja lepas sekarang. Pria yang sudah mengambil sebagian hatiku dan berjanji menjaganya, sekarang terasa asing bagiku. Entah apa yang salah. Aku mencoba bertanya pada diri sendiri. "Terlalu egoiskah aku? Atau terlalu mengekang dia?" aku tidak bisa menjawab sekaligus teka-teki yang ada di pikiranku dengan tepat sekarang. Seolah namanya selalu terngiang dan merusak sebagian kecil gengsiku. Mungkin aku terlalu lemah terhadap pria, karena aku tidak bisa setengah-tengah memberi rasa padanya. Mungkin karena itu aku selalu tersakiti dengan hal makluk yang sama. Pria...

Beberapa hari ini dia sibuk. Yah.. Biasalah, anak kuliahan.. Banyak tugas dan banyak rutinitas. Mungkin aku salah terlalu mau tau apa yang dia kerjakan, hingga sekarang dia mulai mau tak mau tahu kabarku. "ahh.. Aku terlalu berfikiran negatif!" aku mencoba menyangkal prasangkaku yang memang aku rasa benar tapi meragu. Lalu apa yang salah dengan aku? Memang hubungan yang lebih dari satu tahun ini mungkin baginya biasa saja. Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan sms dan nelfon. Rutinitas hubungan yang biasa dan tidak ada asiknya. Mungkin itu yang dia fikirkan.

Tidak pernah sedikitpun dulu terlintas di benakku. "Apa akhir hubungan kita? Apakah dia setia?" tapi sekarang pertanyaan itu sedikit demi sedikit menekan rasa percayaku dengannya. Dia pacarku, tapi aku sudah tidak mengenalnya lagi. Hubungan yang makin renggang membuat aku ragu, apakah dia orang yang sama satu tahun lalu? Dia yang awalnya selalu mau tahu dengan segalanya yang aku kerjakan, berubah drastis. Aku mencoba bertanya. Memastikan kalau dia masih serius dengan hubungan kita. "Jujur aku sibuk, aku urus ini itu.. Aku belum sempet ngabarin kamu" katanya dengan nada lembut. Aku mencoba bertanya dan bertanya. Sampai satu kenyataan pahit yang harus segera aku telan. "Kamu jangan egois lah.. Aku punya rutinitas dan kesibukan.. Aku kadang merasa terganggu dengan telfonmu. Aku jenuh!" aku tak sadar berapa tetes air yang sudah membasahi pipiku. Semua itu hanya lewat pesan singkat, tapi aku merasa dibentak dan disalahkan saat itu. Aku mencoba mengerti, mungkin memang aku yang egois..

Hari demi hari berlalu..
Setelah itu aku tak pernah tahu kabarnya. Aku mencoba menyapa. "pagi sayang" tersenyum lirih saat aku sadar dia belum membalas pesanku satu jam yang lalu. Hari bergulir lambat saat hal itu terjadi.. Semua seperti mimpi, sangat berbeda dan mengasingkan. Aku hampir tak mengenalinya lagi. Benerapa menit berlalu.. "pagi juga sayang" balasnya. Aku tersenyum lega. Aku mencoba mengambil senyumku lagi yang sempat pudar.

Dua hari berlalu...
Aku hanya mendapatkan pesan balas sapa. "mungkin kamu sudah tidak mau tahu apa yang aku kerjakan sekarang. Apakah aku sehat.. Mungkin memang kau jenuh, atau ada yang lain... Bahkan disaat aku butuh pundak untuk merebahkan kepalaku yang mulai berat ini, kau tidak ada disana.. Pesan pun tak aku dapatkan sekarang" aku terisak menyadari sesuatu hal yang masih mau aku sangkal. Dia sudah berubah.

Aku masih bisa bersabar.. Aku akan memperjuangkan sesuatu hal yang sudah kita bangun. Tapi, aku tak tahu sampai kapan. Sampai kapan aku masih bisa tersenyum pilu menerima kalau sekarang aku bukanlah permata berharga dihidupmu. Mungkin aku hanya logam biasa.

"Cintamu sekarang hanya sebatas sapaan!" aku mencoba menutup buku diaryku dan merebahkan diri dikasur empukku. Mungkin saja esok akan ada jalan terang...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Riwayat Senyumku

berawal dari dumai (dunia maya). awalnya aku hanya iseng membuka situs social yang membuatku heran "sociasinggle" ya sociasinggle lah yang mempertemukan kita. dan dari situ awal senyumku mulai terukhir. Setelah kejadian yang aku alami dimasalalu yang sempat membuat aku terpaku dan berlaku dingin terhadap semua pria. mungkin segelintir orang menganggap biasa apa yang terjadi dimasalaluku bahkan tak banyak yang keenakkan dan sengaja mencicipi terus-terusan dosa yang bahkan akan menghancurkan masa depannya itu. aku tak pernah membayangkan kenapa dulu aku rela memberikan harta seorang wanita yang seharusnya diberikan hanya untuk suaminya? hanya karna rasa sayang? tapi, sekarang penyesalan tiada guna. perkenalanku tak cukup hanya bercakap menyebutkan nama saja. dia pun tak lupa menanyakan nomor hand phoneku. entah apa yang membuat tanganku mengangayunkan jarinya mengetik beberapa angka di pesan sociasinggle. kita pun saling lebih dalam mengenal satu sama lain. aku tak pernah berg

Andai lebih awal

Hari ini cerah, tak seperti biasa. Tapi hati masih di gelanyuti dengan alunan nada yang menyita senyumku. Mungkin lagu itu tak sepenuhnya untukku atau aku saja yang terlalu percaya diri kalau yang dia maksud itu aku. Minggu lalu dia disampingku. Duduk di dekatku itu biasa bagiku, toh dia adalah tempat celotehan, tawa dan tangisku. Dia sahabatku. Aku dengar suara merdunya mengalunkan sebuah lagu. " Andai saja waktu itu tak ku tunda, tuk ungkapkan isi hati kepadanya. Mungkin dia jadi milikku bahagiakan hariku" Dia menatapku. Aku merasa lagu itu menyentuhku. " Terlambat sudah semua kali ini, yang ku inginkan tak lagi sendiri" . Kali ini aku menatapnya, dia tersenyum namun alunan gitar tak berhenti. Ku coba membuyarkan pikiranku. Senyumnya kini selalu membuatku deg degan.. padahal dulu tak seperti itu. Memang, dulu hatiku sempat nyangkut di sela sela senyumnya.. " tapi itu dulu.. masa sekarang aku su..." Ah ngawur! Aku mencoba sebisa mungkin sadar dari kesad

Rain

Hari ini hujan, hampir setiap hari. Dia datang sudah dari bulan oktober mungkin sampai april. Kebiasaannya menyembunyikan luka. Oh.. bukan luka, tapi buah luka. Hari ini aku menunggunya di bawah pohon. Di atas pohon itu sudah di pasang genteng buatan dari plastik, mungkin sebagian orang mengerti hujan tak akan berhenti walau salah satu orang basah dibuatnya. "Hai.. sudah lama menunggu?" Tanya seorang pria yang datang. dia basah kuyup, Namun wajah tampan itu tak bisa tertutup oleh air hujan. "barusan juga aku menunggu" jawabku tersenyum kecil. Aku sudah mengenal pria ini dari kecil. Kita sudah terpisah terlalu lama hingga satu tempat mempertemukan kita. Iya.. di tempat aku menunggunya ini adalah tempat pertama kita bertemu. Hujan tak henti, dia mengerti saat ada dua orang saling menjaga jarak. Dia terlalu dingin untuk saling menjauh. Pria itu mendekat dan duduk tak jauh dari tempatku duduk. Senyumnya selalu membuat jantungku berdegup kencang. "Aku harap ini buk