Siang yang panas. Terik matahari yang selalu tak berhenti bersinar hari ini membuatku enggan beraktifitas. Sinar itu menerangi ruangan kamar dari pantulan jendela. Aku sekarang tidak pernah merasakan hangatnya semangat siang hari, entah apa yang barusan ini menerpa semangatku. Apa hanya karena pria? Kenapa?
Aku selalu berusaha memperjuangkan sesuatu yang hampir saja lepas sekarang. Pria yang sudah mengambil sebagian hatiku dan berjanji menjaganya, sekarang terasa asing bagiku. Entah apa yang salah. Aku mencoba bertanya pada diri sendiri. "Terlalu egoiskah aku? Atau terlalu mengekang dia?" aku tidak bisa menjawab sekaligus teka-teki yang ada di pikiranku dengan tepat sekarang. Seolah namanya selalu terngiang dan merusak sebagian kecil gengsiku. Mungkin aku terlalu lemah terhadap pria, karena aku tidak bisa setengah-tengah memberi rasa padanya. Mungkin karena itu aku selalu tersakiti dengan hal makluk yang sama. Pria...
Beberapa hari ini dia sibuk. Yah.. Biasalah, anak kuliahan.. Banyak tugas dan banyak rutinitas. Mungkin aku salah terlalu mau tau apa yang dia kerjakan, hingga sekarang dia mulai mau tak mau tahu kabarku. "ahh.. Aku terlalu berfikiran negatif!" aku mencoba menyangkal prasangkaku yang memang aku rasa benar tapi meragu. Lalu apa yang salah dengan aku? Memang hubungan yang lebih dari satu tahun ini mungkin baginya biasa saja. Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan sms dan nelfon. Rutinitas hubungan yang biasa dan tidak ada asiknya. Mungkin itu yang dia fikirkan.
Tidak pernah sedikitpun dulu terlintas di benakku. "Apa akhir hubungan kita? Apakah dia setia?" tapi sekarang pertanyaan itu sedikit demi sedikit menekan rasa percayaku dengannya. Dia pacarku, tapi aku sudah tidak mengenalnya lagi. Hubungan yang makin renggang membuat aku ragu, apakah dia orang yang sama satu tahun lalu? Dia yang awalnya selalu mau tahu dengan segalanya yang aku kerjakan, berubah drastis. Aku mencoba bertanya. Memastikan kalau dia masih serius dengan hubungan kita. "Jujur aku sibuk, aku urus ini itu.. Aku belum sempet ngabarin kamu" katanya dengan nada lembut. Aku mencoba bertanya dan bertanya. Sampai satu kenyataan pahit yang harus segera aku telan. "Kamu jangan egois lah.. Aku punya rutinitas dan kesibukan.. Aku kadang merasa terganggu dengan telfonmu. Aku jenuh!" aku tak sadar berapa tetes air yang sudah membasahi pipiku. Semua itu hanya lewat pesan singkat, tapi aku merasa dibentak dan disalahkan saat itu. Aku mencoba mengerti, mungkin memang aku yang egois..
Hari demi hari berlalu..
Setelah itu aku tak pernah tahu kabarnya. Aku mencoba menyapa. "pagi sayang" tersenyum lirih saat aku sadar dia belum membalas pesanku satu jam yang lalu. Hari bergulir lambat saat hal itu terjadi.. Semua seperti mimpi, sangat berbeda dan mengasingkan. Aku hampir tak mengenalinya lagi. Benerapa menit berlalu.. "pagi juga sayang" balasnya. Aku tersenyum lega. Aku mencoba mengambil senyumku lagi yang sempat pudar.
Dua hari berlalu...
Aku hanya mendapatkan pesan balas sapa. "mungkin kamu sudah tidak mau tahu apa yang aku kerjakan sekarang. Apakah aku sehat.. Mungkin memang kau jenuh, atau ada yang lain... Bahkan disaat aku butuh pundak untuk merebahkan kepalaku yang mulai berat ini, kau tidak ada disana.. Pesan pun tak aku dapatkan sekarang" aku terisak menyadari sesuatu hal yang masih mau aku sangkal. Dia sudah berubah.
Aku masih bisa bersabar.. Aku akan memperjuangkan sesuatu hal yang sudah kita bangun. Tapi, aku tak tahu sampai kapan. Sampai kapan aku masih bisa tersenyum pilu menerima kalau sekarang aku bukanlah permata berharga dihidupmu. Mungkin aku hanya logam biasa.
"Cintamu sekarang hanya sebatas sapaan!" aku mencoba menutup buku diaryku dan merebahkan diri dikasur empukku. Mungkin saja esok akan ada jalan terang...
Komentar
Posting Komentar