Hari ini sangat cerah. Burung pun tak henti memamerkan alunan suara merdunya kepada pasangannya. Tapi bagiku hari ini sama saja, tak ada yang menarik.
Seperti pagi biasanya, ocehan dan dengungan cekcok mama papa sudah
kudengar. Apa yang terjadi semalam, itu yang juga tak bisa membuatku tidur dan
terus terjaga. Aku merasa tak nyaman di dalam rumah. Aku tahu apa penyebab hal
ini terjadi. Aku pun tak mau unjuk keberanian dan sok bijak masuk dalam
persoalan mereka. Aku tahu, ini akan segera berakhir. Tetapi telingaku tak
henti mendengarkan dengungan yang sampai kehati itu. Sesekali ku dengar suara
benda jatuh yang memberi kesan tersendiri dipendengaran telingaku. Terkadang
aku hanya menyendiri dikamar. Setiap hari.
Sosok wanita separuh baya kulihat semakin memasuki keluargaku,
mempunyai dua anak baginya mungkin tak cukup membahagiakannya hingga membawa
papaku kepermasalahan rumah tangga yang kian rumit. Dan ketakutanku adalah kata
“pisah”. Sering wanita itu berpura-pura tak menyadari apa-apa dan sok memperhatikan
aku dan adikku. Mungkin itulah cara terakhirnya masuk dihidup papa. Tapi tak
akan kubiarkan. Sesekali celotehan lembutku menyinggungnya pelan berharap dia
menyingkir dan menyerah akan usahanya menyingkirkan mama.
Masalah sepertinya tak puas jika melihatku bahagia. Apa salahku?
Itu yang selalu lewat jika masalah kian meraja dihidupku. Hati kecilku tak ciut
dengan masalahku sesekali ada yang berbisik “Tuhan tak akan membiarkan kau
terus jatuh, Dia tak akan memberikan cobaan yang melebihi kekuatanmu” Firmannya
terkadang membuatku terbagun dari keterpurukkan hidupku.
Setelah kecelakaan yang merenggut nyawa kakaku, papa tak sering
menganggap mama itu benar. Dia selalu membawa nama mama dalam sangkutan
terjadinya kejadian 5 bulan silam itu.
Belakangan ini aku dekat kepada seseorang yang juga membuat hatiku
lebih semangat. Ya dia adalah salahsatu penyemangatku. Bagai akar yang membantu
pohon bertumbuh kokoh, dia selalu menguatkanku dan tak membiakanku roboh. Aku
sudah dekat dengan dia 1 tahun. Memang dia adalah teman masa kecilku, tapi
kelas satu SD dia pindah keluar kota dan lama aku tak jumpa, sampai waktu yang
bersedia mempertemukan kita.
Tapi belakangan ini dia berubah, waktunya pun tak ada untukku.
Ataukah dia bosan denganku? Memang aku tak ada ikatan status apapun. Aku mau
mengungkapkan perasaanku, tapi aku sempat yakin “dia memiliki perasaan yang
sama”. Ini rasa sayang yang pertama kali aku rasakan untuk pria yang mulai
memasuki hidupku. Semakin kurasa dia dekat, tapi entah karena apa… sekarang dia
berbeda.
Aku tancapkan gas kencang melaju keluar dari garasi. Aku ada
janji. Sebenarnya sudah satu minggu yang lalu, namun belum ada kepastian dari
pria itu untuk menepatinya. Tapi aku tak peduli, yang penting dia sudah
berjanji bertemu ditaman… sesampainya aku disana aku disambut dengan rasa kaget
yang luar biasa. Jantungku tiba-tiba berdegub kencang.
“Apa itu Rio?” aku bertanya-tanya di hati. Tapi siapa gadis itu?
Mereka seperti pacaran. Tangan yang saling bergandengan dan mata yang tadinya
saling bertatapan menyadari kehadiranku. Aku mulai mendekat. “hah? Loe sis?”
mataku melotot dan mulutku kelu saat melihat, gadis yang digandeng orang yang
aku suka itu adalah Sisca, sepupuku sendiri. Padahal dialah tempat aku
melabuhkan semua harap dan ceritaku tentang Rio. Ya.. aku sulit percaya
Saat aku percaya, aku sulit menerima ini terjadi. Apalagi aku
mendengar papa ingin mengajukan surat cerai. Apa yang terjadi sebenarnya
dihidupku? Apa ini yang namanya cinta?
Seseorang yang ku anggap cinta pertamaku hilang dan sepasang
manusia yang kuanggap cinta terakhir pun musnah? mana yang namanya cinta
sejati?
Hari pun berlalu, aku semakin tak mengerti apa gunanya dan tujuan
hidupku. Aku pun semakin jatuh kedunia malam yang tak pernah dulu kurencanakan
memesukinya. Aku bingung, entah kepada siapa akan kulabuhkan sedihku. Mama papa
yang ingin cerai karna pihak ketiga, saudaraku merebut orang yang justru dia
tau aku menyayanginya.
Aku semakin jauh jatuh. Tak ada yang peduli, mungkin karna tak ada
yang memperhatikan lagi hidupku. Bagiku semua sudah hancur jadi untuk apa aku
hidup. Aku mulai mengenal alcohol dan benda mungil menyala yang siap diisap.
Tapi aku tak berani mencoba narkoba, aku masih menyayangi mama. Aku tak mau dia
terluka lagi karna hidupku. Memang dia juga akan terluka melihatku berubah.
Aku pun memutuskan mengakhiri semua. Aku bangkit dari tempat tidur
dengan pikiran yang masih hamburadul karena minuman semalam. Ku ambil gelas dan
sedikit kutuangkan isi tempat benda hijau yang bertulis “obat serangga” aku tak
berfikir apa-apa, tanganku bersedia saja mengambilnya dan bergerak menuju ujung
mulutku.
Tapi sejenak aku berfikir. Sebaiknya aku menulis isi hatiku
dahulu, mungkin kematianku membuat sadar mama dan papa akan kelakuannya. Aku
pun membiarkan tanganku bergerak dengan tarian tinta pulpen di atas kertas
putih. “aku melakukan ini karna aku sayang mama dan papa melebihi diriku
sendiri, aku selalu berharap mama dan papa seperti dulu” tinta hitam itu
berhenti dan kuputuskan untuk menutup surat itu. Surat itu pun kuletakkan di
atas meja.
Aku mulai meraih gelas yang tadi, semakin dekat menuju mulutku.
Tapi kudengar ada yang memanggil, “Tashya! Makan nak” teriak mama dengan sura
yang terdengar mendekat. Aku pun segera menuangkan isi gelas itu kedalam
mulutku. Seketika itu semua gelap. Aku hanya melihat mama kaget dan menuju
posisiku berbaring lemas dengan cairan putih yang keluar dari mulutku.
Tak lama kemudian~ mataku sedikit terbuka, aku melihat mama yang
menangis merasa bersalah. Aku pun melihat papa di sisi kiriku. Dia mulai
mendekati mama. “ma, maafkan papa. Papa sudah membaca surat Tashya di meja”
papa mulai tertunduk menyesal. “kesalahan papa hampir merenggut anak kita” kata
papa lagi. Mataku mulai terbelalak meluaskan pandangan. Airmata yang kubendung
memaksa keluar lewat sela-sela lubang dimataku. Papa Nampak memeluk mama.
Saat mereka menyadari aku sudah siuman mereka berjalan menuju
arahku. “nak, maafkan papa! Papa sangat bersalah” kata papa mencoba membuka
kembali bahagiaku mungkin dengan menangis. Ku peluk papa dan kuraih mama untuk
memelukku juga.
Saat itu aku sadar, bukan cinta yang hilang dari seorang pasangan
tersebut. Salah satu orang itu lah yang memaksa pergi dari cinta yang
seharusnya sejati itu~
Kebahagiaan bukan tercipta terus-menerus dan langsung, semua butuh
proses dan perjuangan bahkan pengorbanan~
THE END
Komentar
Posting Komentar