Hari itu cerah, nampaknya Lelaki itu belum bangun dari tidur
pulasnya. “nak bangun!” teriak seorang dari balik pintu sambil mengetok pintu
Rehan, pelan. “ahh.. masih pagi ayah!!” teriaknya dengan nada serak. Suara itu
tampak lenyap diganti langkahan kaki yang samakin mengecil.
Mobil itu melaju cukup kencang, menuju ke sebuah rumah
kecil. Nampaknya rumah itu tak berpenghuni, tapi tunggu. “hei bro!” sapa Rehan
saat pintu rumah itu dibukakan. “hei, lama lu gak kesini? Kenapa? Di bekap
bokap lu?” ledeknya. Pukulan keras mengantam pundak pria itu. “sialan lu! Bokap
gua berani gitu? Gk lah, dia takut gua kibas!” kata Rehan. “ahh, kalau lu gak
takut pistolnya menembus kepala lu! Gua sih percaya lu lakuin itu!” kata pria
itu tak mau mengalah. “woi.. udahlah, Rehan baru datang. Tak usahlah kau cari
gara-gara!” kata seorang pria lagi keluar dari salah satu kamar di rumah itu.
“bukannya gitu bos…” “ahh.. janganlah kau banyak omong kalau tak mau aku kibas
kau!” katanya lagi dengan logat batak kerasnya. Pria tadi tampak menunduk
takut. Sepertinya dia pemimpin di rumah itu.
“jadi lu mau beli barang atau mau mengedarkan?” tanya pria
yang di anggap bos itu. “kali ini gua mau mengedar sajalah, gua butuh sih..
tapi gak ada duit!” jawab Rehan. “bukannya bokap kau kaya? Dengar-dengar dia
membelikan kau mobil kemarin?” Tanya pria itu lagi. “dia akan bertanya buat apa
uang yang gua minta!” jawab Rehan dengan wajah berkerut.
***
“jadi gimana kabar kuliahmu?” Tanya ayah Rehan mendekat.
“biasa” jawab Rehan ketus. “ada apa kamu, belakangan ini kamu dingin sama ayah,
selalu pulang malam” kata ayahnya heran. “apa urusan ayah? Aku memberi tahu pun
ayah takkan pernah peduli. Ayah hanya mengurus pekerjaan ayah dengan pistol
yang tak penting itu!” kata Rehan meluap. Barusan ku lihat muka muram dan
tatapan tajam dipenuhi dendam itu. “nak, ini semua ayah lakuin untuk kita.
Ayah…” “apa? Kita? Makan saja uang yang ayah cari sendiri” kata Rehan memotong
pembicaraan ayahnya. Wajah pria separuh baya itu tampak menyesal. Kerutan di
dahinya menggambarkan dia sedang berfikir apa yang harus dia lakukan. Rehan pun
lari menaiki tangga dan masuk ke kamarnya..
***
Nampaknya Rehan masuk dirumah kemarin lagi. Kali ini dia
membawa amplop. Dia mulai mengetok. “siapa?” terdengar suara dari dalam. “suara
yang hanya datang memesan makanan memakai sandal” kata kunci itu dilontarkan
Rehan. Mencegah supaya tak ada orang lain masuk, mereka memakai cara itu. Pintu
itu mulai terbuka, Rehan pun melangkah masuk.
“Hei Bro” tepukkan pelan dari pria yang datang menhampiri
Rehan. Terlihat lincah tangannya mengambil ampop yang dibawa Rehan, sepertinya
dia mengetahui maksud Rehan. “berapa banyak ini?” Tanya pria itu melihat amplop
yang sudah berada ditangannya. “dua juta” jawab Rehan. “oke, barangnya di
belakang” kata pria itu menunjuk ruangan di belakangnya. Rehan pun masuk.
“jangan bergerak!!!” terdengar satu tembakkan dari luar
rumah itu. Rehan dan teman-temannya berhamburan keluar kamar. Mencari jalan
keluar, tapi sudah terlambat. “kami sudah mengepung kalian, lebih baik kalian
menyerah dan membuang senjata kalian” kata polisi yang ada diluar. Teman Rehan
tampak mengintip dari jendela. “Sialan banyak banget!!” “Woi Rehan, sialan lu!
Itu bokap lu!” kata pria itu meninju pipi Rehan keras. Darah segar keluar dari
luka dimulutnya. Rehan hanya diam tak melawan. Dia pun heran dan bingung, dia
juga masuk ke perangkap polisi, ayahnya sendiri.
Salah satu polisi tampak mendobrak pintu rumah itu, tidak
lama kemudian muncul kelompok polisi masuk. Ayah Rehan pun memasuki rumah itu.
“Rehan?” wajah Ayahnya terbelalak matanya membesar. “apa yang kau lakukan
disini nak?” Tanya ayahnya mulai mendekat. Rehan tampak melawan. dia mengambil
pistol di saku belakangnya. Salah satu polisi di bagian belakang bersiap dan
mencoba maju, tak lama kemuadian Rehan meluncurkan tembakkannya mengenai polisi
itu. Polisi disebelahnya tampak tak terima dan menekan tembakkannya kea rah
Rehan, tapi ‘Dorrr’ tembakan itu menembus bagian atas perut ayahnya. Ayahnya
jatuh. “Ayahhhh!!” teriak Rehan menggoyang goyangkan badan pria yang tergeletak
lemas itu. “Nak, maafkan ayah.. ayah terlalu sibuk hingga tak memperhatikanmu!
Setelah ini, ayah yakin kau akan berubah! Maafkan ayah nak karen…” “ayah, ayah
tak salah, Rehan yang salah turun di lubang mengerikan ini, Rehan hanya
melampiaskan emosi Rehan, rasa kesepian Rehan, tapi Rehan malah terbawa dan tak
bisa lepas” kata Rehan meneteskan air mata. “Re…han” panggil ayahnya
terbata-bata. “iya ayah?” jawab Rehan. “ayah sayang kamu! Selalu. ayah takkan
membiarkanmu jatuh kedua kali..” saat itu mata ayahnya tertutup seketika. Saat
itu pun teriakan Rehan memecah ruangan. Dia menyesal. Tapi penyesalan itu tak
berguna bagi hukum Indonesia, dia harus tambah
jera dan tak mengulanginya lagi.
Saat itu Dia mulai mengerti, ayahnya sangat menyayanginya
melebihi dirinya sendiri. Hanya saja waktu yang menyita kasih sayang itu hingga
tak sampai ke hati keras Rehan, pria itu hanya menyesal sampai air matanya
habis karena kehilangan~
Komentar
Posting Komentar